Opini: Mencermati Perkembangan Militer Australia dan reaksi yang seharusnya dilakukan oleh Indonesia
Apabila kita melihat perkembangan berita dari wilayah regional akhir akhir ini, modernisasi militer Australia sedikit banyak seharusnya menyita perhatian publik Indonesia, karena bagaimanapun mereka adalah negara yang memiliki kedekatan geografis dengan Indonesia. Australia telah menunjukkan komitmen mereka untuk mengakuisisi sistem persenjataan modern seperti kapal selam serang bertenaga nuklir, mengakuisisi sistem rudal jelajah jarak jauh Tomahawk, pesawat tempur siluman F35, menambah jumlah pesanan pesawat patroli maritim multiguna P8 Poseidon, pesawat nirawak berkemampuan tinggi Triton, Frigate modern dari Kelas Hunter hingga menerima kemampuan amfibi modern dengan hadirnya kapal perang kelas Canberra yang dikawal oleh kapal perusak modern Kelas Hobart.
Melihat apa yang dilakukan oleh Australia akhir akhir ini, terlalu naif bila kita menerima penjelasan mereka yang menyatakan bahwa modernisasi dan ekspansi "hardware" sistem persenjataan mereka bukan bagian dari sebuah arm races dalam skala lingkup global. Dalam politik realisme, rasionalitas dan sifat egoisme negara (sebagai bagian dari individu dalam lingkungan global) akan selalu mengutamakan kepentingan nasional mereka sendiri dimana kepentingan untuk membangun kekuatan militer merupakan bagian pokok dari perpanjangan sistem politik mereka yang menghendaki hal yang demikian.
Penjelasan bahwa apa yang mereka lakukan adalah untuk mengantisipasi ancaman dari Republik Rakyat Cina seharusnya dipahami bahwa ketika mereka sanggup melakukan konsep deteren terhadap negara dengan kemampuan militer sekuat Cina, tentu saja kekuatan militer Australia akan menjadi lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka akan dominasi regional di kawasan Selatan Asia Pasifik. Yang tentu saja suatu saat nanti hal tersebut dapat berbenturan dengan kepentingan nasional Indonesia, dimana tidak heran bahwa negara yang bahkan secara nominal seharusnya bersekutu sekalipun memiliki kepentingan nasional yang berbeda dan dapat berbenturan (seperti contoh kasus antara Turki dan Yunani serta Jepang dan Korea Selatan). Apalagi bila kita melihat Indonesia dan Australia yang hingga saat ini tidak memiliki ikatan persekutuan militer yang konkrit dan memiliki rekam jejak konflik yang tidak bisa dibilang sedikit.
Disinilah seharusnya pemerintah dan rakyat Indonesia melihat apa yang dilakukan oleh Australia juga dapat menjadi ancaman bagi kepentingan nasional Indonesia. Merupakan sebuah keharusan Indonesia menyikapi ancaman ini secara realistis dan tidak hanya berpangku tangan kepada olah kata dalam meja diplomasi, karena bagaimanapun orang yang berbicara secara halus tetapi dengan senjata yang canggih ditangannya akan lebih memiliki efek gentar dibandingkan lawan bicaranya yang hanya memiliki Mulut besar tapi tidak memiliki apapun ditangannya.
Apa yang bisa dilakukan oleh pemerintah Indonesia saat ini tentunya tidak perlu lagi penulis diktekan lagi. Membangun kekuatan militer yang kredibel dan berdaya gentar tinggi tidak dapat dilakukan secara sekejap, membutuhkan akumulasi teknologi, modal dan pengalaman yang tidak sedikit untuk mendapatkan militer yang kuat, terlatih dan profesional.
*****------*****