Dulu waktu saya SMA, kelas dibagi tiga jenis: IPA, IPS, Bahasa
Mas trishna bilang kita harus kembali "seperti zaman Orba yang STEM"
Ini premisnya adalah kurikulum kita kurang STEM, atau STEM kurang ditekankan. Padahal sebenarnya tidak. Justru di sekolah saya dulu, sangat ketahuan sekali ada bias sehingga IPA/ STEM itu diutamakan.
Contohnya pembagian kelas. Tiap angkatan ada 12 kelas. Teorinya IPA, IPS dan Bahasa itu ya setara, ditentukan oleh minat bakat, TEORINYA. Tapi dalam praktek? 8 kelas itu IPA, 3 IPS, dan hanya 1 untuk Bahasa. Ditambah lagi ada bias yang membuat IPA = Anak pintar, dan kemudian kelas diranking lagi menggunakan nilai dan psikotes. Kelas unggulan pasti IPA, sedangkan IPS dan Bahasa tidak begitu diunggulkan dalam hal kompetisi padahal sebenarnya di bidang mereka, mereka ya berkemampuan.
Saya kurang setuju dengan bias akan STEM ini. Saya dulu itu anak IPA, walau kemudian kuliahnya di bidang SOSHUM. Tapi saya gak menganggap IPA/ STEM harus diunggulkan, bagi saya baik dulu dan sekarang mereka sudah cukup diperhatikan. Sedangkan untuk Ilmu Sosial dan Bahasa itu menurut saya Indonesia punya potensi besar, sayangnya pengembangan keilmuan tersebut kurang diperhatikan di level SD-SMA (di level Universitas sendiri sudah cukup maju).