Indonesia Indonesian Strategic Industries

Panca

Committed member
Messages
244
Reactions
182
Nation of residence
Indonesia
Nation of origin
Indonesia
IMG_20210410_134917.JPG
 

trishna_amrta

Experienced member
Messages
1,606
Reactions
1,925
Nation of residence
Indonesia
Nation of origin
Indonesia
why didn't they use something like this as a platform with more better ground clearance , rather than civilian truck 🤔
View attachment 18036
View attachment 18038
And just how high of a ground clearance do you want❓

Using commercial platform save a lot of money, not to mention many commercial platforms are proven platform in Indonesia terrain. Furthermore, ground clearance alone isn't the only determining factor when it came to cross country capability or off-roading.

The so-called military platform are typically not only more difficult to maintain, their spare parts also far more expensive due to the lack of economy of scale compare to their commercial counterpart.
 

Gary

Experienced member
Messages
8,361
Reactions
22 12,853
Nation of residence
Indonesia
Nation of origin
Indonesia
better put it here, it's nothing about KF-21, rather it's about Indonesian commitment and approach to this project.

Mengurai Sengkarut Program KFX/IFX antara Korsel & Indonesia​


SHARE

Indonesian Defense Minister Prabowo Subianto, front right, salutes near Malaysian counterpart Mohamad Sabu, second left, as he inspects honor guard at Malaysia Defense Ministry in Kuala Lumpur, Thursday, Nov. 14, 2019. (AP Photo/Vincent Thian)
Foto: Menteri Pertahanan Republik Indonesia Prabowo Subianto Djojohadikusumo (AP Photo/Vincent Thian)

Program pengembangan pesawat tempur KFX/IFX dimulai di era Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan dilanjutkan oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo sebagai program nasional. Presiden Yudhoyono memutuskan Indonesia bermitra dengan Korea Selatan untuk pengembangan pesawat tempur generasi 4.5 yang dikenal sebagai KFX. Kerja sama demikian sangat masuk akal karena program itu memerlukan biaya yang sangat besar, sementara pasarnya sangat tersegmentasi dan penuh persaingan ketat.

Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro dan Duta Besar Republik Korea Selatan untuk Indonesia Cho Tai-young menandatangani joint engineering and development agreement KFX/IFX pada Oktober 2014 di Surabaya, Jawa Timur. Pemerintah Korsel menanggung 60% pembiayaan, 20% menjadi beban Korea Aerospace Industries (KAI), sedangkan Indonesia membiayai sisanya, yaitu 20%. Sesuai dengan perjanjian pada November 2015 antara pemerintah Indonesia dan KAI, dari KRW 8,8 triliun (US$ 7,9 milyar) total nilai program KFX/IFX, Indonesia sepakat menanggung KRW 1,7 triliun (US$ 1,5 miliar).

Cost Sharing Agreement (CSA) ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dengan KAI pada Januari 2016, begitu pula Work Assignment Agreement (WAA) yang ditandatangani oleh KAI dan PT Dirgantara Indonesia. WAA memuat tentang scope (lingkup) keterlibatan PTDI pada program KFX/IFX, termasuk desain, pengembangan purwarupa, manufaktur komponen, testing dan sertifikasi. Sesuai dengan WAA, Indonesia memiliki akses pada technical data, spesifikasi, dan performance information.

Program KFX/IFX mulai mengalami kemacetan dari sisi Indonesia sejak 2017 dalam hal pembayaran kewajiban. Sesuai CSA, pembayaran rutin program KFX/IFX dilakukan dua kali setahun, yaitu pada bulan April dan Oktober. Hingga Juli 2019, Indonesia telah membayar KRW 227,2 miliar dari total kewajiban KRW 1,7 triliun dan pada Oktober 2020 masih menunggak KRW 600 miliar. Muncul juga keluhan para insinyur PTDI yang dikirimkan ke pabrik KAI di Sacheon karena mereka tidak mendapatkan akses yang luas, termasuk pada teknologi sensitif yang diadopsi KFX/IFX.

Apa akar masalah sehingga terlihat Indonesia kurang berkomitmen dalam program KFX/IFX? Mengapa para insinyur PT Dirgantara Indonesia hanya mempunyai akses teknologi yang terbatas dalam penugasan di Korea Selatan? Jawaban atas kedua pertanyaan tersebut dapat dibagi ke dalam aspek politik, manajemen dan engineering di mana ketiganya saling berpotongan.
lg.php






Indonesia akan terus berpartisipasi
Program unggulan pemerintahan saat ini adalah pembangunan infrastruktur dan bukan program KFX/IFX. Sehingga prioritas pendanaan KFX/IFX tidak menempati skala tertinggi. Keputusan Jokowi melanjutkan program KFX/IFX merupakan modal dasar untuk alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara berkesinambungan. Namun, alokasi dana memerlukan justifikasi yang kuat. Justifikasi itu terkait dengan kinerja Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dalam manajemen program KFX/IFX.

Bagaimana peran Program Management Office (PMO) KFX/IFX pada Kemhan RI? PMO bertugas mengelola program sesuai dengan timeline, baik dari sisi pendanaan, kontrak, sumber daya manusia (SDM), dan engineering serta supervisi dan memberikan solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul. Dalam hal pendanaan, PMO harus melaporkan kebutuhan dana berikut justifikasinya agar program dapat berjalan tepat waktu kepada Kementerian Keuangan melalui dengan hierarki yang berlaku. Begitu pula dengan pelaporan pertanggungjawaban keuangan atas program itu.

Apakah tidak lancarnya pendanaan karena PMO tidak dapat meyakinkan Kemenkeu tentang target dan pencapaian program KFX/IFX dengan parameter-parameter yang jelas dan terukur? Bagaimana relasi dan komunikasi antara PMO dengan Kemenkeu selama ini? Bagaimana pula kualitas SDM yang mengisi PMO yang secara teoritis memerlukan berbagai macam keahlian baik dari ilmu eksakta maupun non eksakta.

Program KFX Korea Selatan terkait dengan Amerika Serikat (AS) karena Lockheed Martin memberikan program offset pembelian F-35 oleh Korsel. Termasuk di dalamnya 5.300 halaman technical documents and reports, namun tidak mencakup teknologi AESA, targeting pod, infrared search-and-track systems dan radio-frequency jammers.

Korsel tidak dapat memberikan akses terhadap teknologi KFX kepada Indonesia karena Jakarta tidak mempunyai perjanjian khusus tentang akses teknologi sensitif dengan Washington DC. Isu akses teknologi asal Negeri Paman Sam tidak dapat diserahkan kepada jalur diplomasi normal seperti Kemhan RI dan/atau Kemlu RI untuk menyelesaikannya. Pemerintah semestinya membentuk tim khusus untuk berunding dengan AS apabila PMO KFX/IFX gagal mengatasi permasalahan itu.

Pada era B.J. Habibie sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi/Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), pemerintah mengembangkan peta jalan untuk manufaktur pesawat angkut komersial dan militer bagi PT IPTN sehingga kemampuan engineering dibangun untuk hal tersebut. Setelah masa itu lewat, Indonesia tidak pernah mengembangkan peta jalan untuk pesawat tempur. Namun, PT IPTN yang telah bersalin nama menjadi PTDI oleh pemerintah diharuskan terlibat dalam program KFX/IFX, padahal kemampuan engineering dalam mengimplementasikan program itu patut dipertanyakan.

Korsel baru saja melakukan roll out KFX yang merupakan salah satu tonggak penting dalam program itu dan dihadiri oleh pejabat senior pertahanan Indonesia, termasuk Menteri Pertahanan RI Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto Djojohadikusumo.

Indonesia akan terus berpartisipasi dalam program ini karena secara total telah mengeluarkan antara US$ 300 juta hingga US$ 500 juta, selain alasan menjaga posisi Korsel adalah satu satu investor asing terbesar di Indonesia. Satu hal yang pasti, penguasaan teknologi tinggi memerlukan komitmen politik yang kuat dari pemerintah dan hasilnya tidak dapat dipetik dalam lima tahun atau 10 tahun.

 

Gary

Experienced member
Messages
8,361
Reactions
22 12,853
Nation of residence
Indonesia
Nation of origin
Indonesia
Pada era B.J. Habibie sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi/Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), pemerintah mengembangkan peta jalan untuk manufaktur pesawat angkut komersial dan militer bagi PT IPTN sehingga kemampuan engineering dibangun untuk hal tersebut. Setelah masa itu lewat, Indonesia tidak pernah mengembangkan peta jalan untuk pesawat tempur. Namun, PT IPTN yang telah bersalin nama menjadi PTDI oleh pemerintah diharuskan terlibat dalam program KFX/IFX, padahal kemampuan engineering dalam mengimplementasikan program itu patut dipertanyakan.
pfft, just realized that our Research and Technology minister now has an economic instead of a technical background. LMAO

in fact when this program started, our "Research and Technology" minister had a Forestry, Economic background.
 

Var Dracon

Contributor
Messages
460
Reactions
1 495
Nation of residence
Indonesia
why didn't they use something like this as a platform with more better ground clearance , rather than civilian truck 🤔
View attachment 18036
View attachment 18038
As far as I know it is because it's still a prototype... They tested the firing and loading system on a cheap platform. Just see the first prototype, it is not used anymore (if it used expensive truck the first prototype would waste more money). If it's certified, TNI may order them using off-road military truck.
 

Madokafc

Experienced member
Think Tank Analyst
DefenceHub Diplomat
Messages
5,913
Reactions
4 10,053
Nation of residence
Indonesia
Nation of origin
Indonesia
And just how high of a ground clearance do you want❓

Using commercial platform save a lot of money, not to mention many commercial platforms are proven platform in Indonesia terrain. Furthermore, ground clearance alone isn't the only determining factor when it came to cross country capability or off-roading.

The so-called military platform are typically not only more difficult to maintain, their spare parts also far more expensive due to the lack of economy of scale compare to their commercial counterpart.
U just remind me the notorious Pantura fleets

truk-panjang-2.jpg
penertiban-truk-odol.jpg
 

Stuka Dive

Active member
Professional
Messages
117
Reactions
199
Nation of residence
Indonesia
Nation of origin
Indonesia
pfft, just realized that our Research and Technology minister now has an economic instead of a technical background. LMAO

in fact when this program started, our "Research and Technology" minister had a Forestry, Economic background.
Still better than in the 1999-2000 era when Research & Technology Minister was led by ASH with social political background ... the "De-habibienisasi" was on its way....LoL
 

Indos

Contributor
Think Tank Analyst
Messages
1,219
Reactions
1,537
Nation of residence
Indonesia
Nation of origin
Indonesia
Still better than in the 1999-2000 era when Research & Technology Minister was led by ASH with social political background ... the "De-habibienisasi" was on its way....LoL

Laksamana Sukardi from PDI-P wanted to close PTDI during Megawati period. Any way I guess we have already had good foundation now to apply Habibienomics, particularly after 2024 where major infrastructure are completed and nominal GDP will be around 1.5 trillion USD inshaAllah.

More money for research and high tech program
 

Gary

Experienced member
Messages
8,361
Reactions
22 12,853
Nation of residence
Indonesia
Nation of origin
Indonesia

Another round of visit to Turkish military industry (Nurol Makina)
 

Mandala

Contributor
Indonesia Correspondent
Messages
872
Reactions
1 1,742
Nation of residence
Indonesia
Nation of origin
Indonesia
Forbes article about KF-21 Boramae.

"Regional potential for the new fighter is signaled by Indonesia’s cooperation in the $7.9 billion project as a minority (20%) partner. Several years of late payments for its share of the program notwithstanding, Indonesia remains onboard and Jakarta’s defense minister, Prabowo Subianto, attended the rollout last Friday.

Indonesian plans call for acquiring 50 KF-21s with a mix of the air defense and strike variants that Korea Aerospace Industries (KAI) is developing. Indonesia is interested in receiving technology-transfer from its participation but its motivation lies squarely in common concerns about China’s burgeoning influence and territorial claims in the East and South China seas."

Full article: https://www.forbes.com/sites/ericte...ve-to-chinese-influence-than-to-the-f-35/amp/
 

buzztami

Member
Messages
14
Reactions
3
Nation of residence
Indonesia
Nation of origin
Indonesia

Another round of visit to Turkish military industry (Nurol Makina)
If Brimob follows its Turkis counterpart, there is a possibility Brimob will Operate Attack helo in the future LOL (Turkish Police operate T129 Helo)
 

Var Dracon

Contributor
Messages
460
Reactions
1 495
Nation of residence
Indonesia
Esemka facilities. Note that most are perakitan (assembling) or pengujian (testing). No manufacturing facility.
Screenshot_2021-04-15 Fasilitas Pabrik.png


Several photographs inside
04-vehicle-testing-line.jpg

03-test-bench.jpg

02-diesel-engine-line.jpg

01-assembly-line.jpg


No real manufacturing process can be seen (only assembling).

There is a strange thing: The orders in recent times were allegedly high, but the factory itself paused its production. Their alibi is (of course) COVID 19. From 200 (yes, two hundred) workers now there is only 30 workers active, and and even then limited to the maintenance of equipment.
 

Aghost132483

Active member
Messages
120
Reactions
124
Nation of residence
Indonesia
Nation of origin
Indonesia
I think Baran Energy is more pomising than Esemka, they have been launch Baran Anubis Cruisercross electric motorcycle recently, even thought the price tag is quite high. Baran Energy is start up for electric battery for housing and now they're developing for motorcycle and car.

Baran Anubis Cruisercross
6074fcc51fefa.jpeg


Baran EV 1.000 Kw
BARAN-LINE-2.jpg


 

Follow us on social media

Top Bottom