Kalaupun boleh, IKN kayaknya bakalan sulit n mahal buat rata-rata penduduk Indonesia untuk ngebeli tanahnya buat hak guna bangunan dan pembangunan pemukiman bukannya sekrang lebih difokuskan untuk PNS, TNI dan POLRI yang bakal direlokasi kesana ?
Kota terencana yang berhasil kayak Abuja, itu justru kebalikan dari IKN, pemerintah cukup bangun seperlunya aja, sisanya pendatang yang hidupin kotanya + pertumbuhan penduduk Nigeria itu emang gila-gilaan sih, sementara Indonesia udah mulai melambat pertumbuhan penduduknya.
Gimana mau buat penunjang, kalau lahan untuk tinggal aja ga bakal kebeli, ga yakin gua yang gajinya UMR atau diatas UMR dikit bisa ngebeli hak guna bangunan disana + emang ada yang mau gitu ? Kalau merantau ya lebih baik ke Jakarta atau Ibukota provinsi yang market nya udah jelas.
Kalau lu mau jual bakso kaki lima, emang siapa yang mau beli disana ? Lah warteg aja ga dibolehin, udah jelas ini bukan untuk mayoritas rakyat RI
Pengusaha Warung Tegal alias Warteg tak setuju dengan pernyataan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono yang melarang izin usaha warteg di sekitar proyek Ibu Kota Nusantara (IKN)
www.liputan6.com
Dengan mempertimbangkan bahwa IKN perlu untuk "hidup" dan untuk itu perlu hal2 kecil tersebut(pelaku ekonomi kecil khas Indonesia) namun tetap memperhatikan grand plan IKN untuk menjadi kota yang maju, bersih, modern, canggih, tertata, megah, forest city, dsb. Kenapa gak dibolehin aja? Dengan pengaturan ketat?
Sebuah kota akan membutuhkan Residential area (R), Commercial area (C) dan Business area (B). Untuk instansi dan pemerintahan gak ane bahas.
Kalau perencanannya adalah BCR dipisah seluruhnya, menurut saya tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia. Jangan sampai seperti di Amerika, kalau misal disini contohnya saat malam hari ingin beli obat sakit kepala/kopi/mi instan harus mengendarai mobil beberapa km ke toko. Masak cuman mau perlu apa gitu harus keujung sebelah kota, terus mau apa lagi ke ujung yang lainnya?
Mau belanja buat masak harus pergi jauh? Lebih cocok juga ke warung sebelah.
Karena itu menurut saya mending untuk C boleh diisi pelaku bisnis kecil tapi harus terkontrol, tidak boleh diluar wilayah C. Terus pembagian wilayahnya adalah wilayah C ukuran kecil diselipkan diantara area R jadi nantinya: R C R C R C R.
Kita sudah punya sistem yang bisa dipakai dan tinggal diupgrade, kampung. Di kampung/perumahan/mau disebut unit, harus dapat mengakses area C kecil(isinya bisnis yang paling dibutuhkan tiap hari) dengan cepat, jalan kaki juga bisa dan gak jauh. Untuk yang lebih lengkap bisa ke area C pusat yang lebih besar bisa dibilang pasar pusat.
Untuk area B mau dibikin full luxury terserah, tapi perlu juga diselipin area C, tapi tingkatannya juga luxury. Kalau warga IKN ingin plesiran tinggal ke area B/C pusat. C kecil = menunjang dan memenuhi kebutuhan harian.
Kalau gak gitu ntar yang mau difokuskan untuk area R bakal menjamur muncul toko2 klontong dll karena emang dibutuhkan, kenapa gak dikontrol saja?
Jangan sampai IKN jadi kota mati kek Naypyidaw, IKN harus jadi kota untuk mayoritas(rakyat pada umumnya) bukan minoritas(segelintir orang dengan kantung tebal). IKN juga bakalan butuh banyak kerah biru kok, Kalo mereka kesulitan hidup di IKN apa mereka harus tinggal diluar IKN dan kerjanya di IKN?