GraveDigger388
Committed member
Jihyo!! JAYA JAYA JAYA!!
Latest Thread
Jihyo!! JAYA JAYA JAYA!!
khusus untuk wabah, indo punya unit khusus, balitbangkes kemenkes, dulu. balitbangkes ini banyak dibantu oleh yg namanya NAMRU, jadi penempatan NAMRU di deket kantor balitbangkes itu ya ada alasannya, org org balitbangkes salah satu yg know how soal wabah yg paling update di indonesia ya karena adanya NAMRU 2 ini. dan ga masuk ranah BRIN, karena ini unit, adalah pelaksana lapangan dari KEMENKES dalam hal mitigasi wabah. klo wolbachia, ya terimakasih sama bill gates, dia yg modalin untuk uji coba dibeberapa negara endemik dengue, salah duanya ya yg di Yogya itu.
inovasi Kemenkes? BRIN kemana? kok gak disebut
Atasi Dengue, Kemenkes Kembangkan Dua Teknologi ini
Jakarta, 5 Februari 2023 Saat ini, Indonesia telah memasuki musim penghujan. Sebagai daerah endemis dengue, tentu ini menjadi alarm untuk meningkatkan kewaspadaan terutama kepada anak-anak maupun kelompok rentan, mengingat jumlah kasus DBD cenderung meningkat terutama saat musim penghujan...sehatnegeriku.kemkes.go.id
Jakarta, 5 Februari 2023
Saat ini, Indonesia telah memasuki musim penghujan. Sebagai daerah endemis dengue, tentu ini menjadi alarm untuk meningkatkan kewaspadaan terutama kepada anak-anak maupun kelompok rentan, mengingat jumlah kasus DBD cenderung meningkat terutama saat musim penghujan.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, di tahun 2022, jumlah kasus dengue mencapai 131.265 kasus yang mana sekitar 40% adalah anak-anak usia 0-14 tahun. Sementara, jumlah kematiannya mencapai 1.135 kasus dengan 73% terjadi pada anak usia 0-14 tahun.
“Kita melihat ternyata kasus dengue ada kaitannya dengan daerah perkotaan, semakin kota semakin banyak potensi terjadinya dengue. Inilah yang menjadi perhatian kita bersama,” kata Direktur Pencegahan Penyakit Menular Langsung, Imran Pambudi di Jakarta, Minggu (5/5).
Mengatasi persoalan tersebut, dr. Imran mengungkapkan bahwa Kementerian Kesehatan senantiasa mengembangkan inovasi baru pengendalian dengue nasional. Upaya tersebut diwujudkan dengan pengembangan vaksin dengue dan teknologi Wolbachia.
Pengembangan vaksin, lanjut dr. Imran sebenarnya telah dilakukan sejak tahun 2016. Kala itu vaksin yang dikembangkan adalah vaksin DENGVAXIA untuk mencegah demam berdarah yang disebabkan oleh virus dengue serotipe 1,2, 3 dan 4, pada anak usia 9-16 tahun.
Kemudian vaksin kedua adalah vaksin QDENGA. Vaksin ini untuk mencegah demam berdarah yang disebabkan oleh virus dengue serotipe 1,2, 3 dan 4 dengan target sasaran usia 6-45 tahun. Vaksin QDENGA telah mendapatkan izin edar dari Badan POM pada Agustus 2022 dan kini sedang menunggu rekomendasi dari ITAGI.
Inovasi pengendalian dengue kedua adalah pemanfaatan teknologi Wolbachia. Wolbachia merupakan bakteri yang dapat tumbuh alami diserangga terutama nyamuk, kecuali nyamuk aedes aegypti.
Bakteri ini bisa melumpuhkan virus dengue, jadi bila ada nyamuk aedes aegypti menghisap darah yang mengandung virus dengue akan resisten sehingga tidak akan menyebar ke dalam tubuh manusia.
dr. Imran mengatakan teknologi Wolbachia telah dilaksanakan di Daerah Istimewa Yogyakarta dan berhasil menurunkan angka kejadian infeksi dengue sebesar 77,1% dan tingkat rawat inap sebesar 82,6%.
“Teknologi Wolbachia akan menjadi pelengkap dalam program pengendalian DBD yang sudah ada, seperti PSN 3M Plus, Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J), dan Pokjanal Dengue (DBD),” ungkapnya.
Khusus untuk inovasi kedua, lanjut Dr. Imran akan difokuskan di wilayah perkotaan karena ancaman kasus dengue terbanyak terjadi di kota-kota besar.
Berdasarkan data Kemenkes, berikut 10 Kota/Kota dengan Kasus Demam Berdarah Tertinggi di Indonesia Tahun 2022 yaitu Kota Bandung, Bandung, Kota Bekasi, Kota Depok, Sumedang, Kota Medan, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Bogor dan Kota Tasikmalaya.
“Karenanya kedepan penerapan teknologi Wolbachia akan diperluas di 5 kota yaitu Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang, dan Kupang,” sebutnya.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669. (MF)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik
dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid
EEZ dispute is actually an extension of land dispute...so yes, we have (land) border dispute"Kemarin sudah saya sampaikan ke Presiden, mulai tahun ini kita adakan operasi yang sifatnya pamtas, pam perbatasan. Di situ kan ada perbatasan dengan Tiongkok, Vietnam, ada Malaysia, kita susun khusus untuk melaksanakan pamtas," kata Yudo usai Rapim TNI 2023 di Museum Satria Mandala, Jakarta, Kamis (9/2).
TNI Gelar Operasi Pamtas di Laut Natuna Utara Mulai Tahun Ini
TNI akan menggelar operasi bersifat pengamanan perbatasan (pamtas) di Laut Natuna Utara mulai tahun ini.www.cnnindonesia.com
Beda dikit, TNI kita tangannya agak nyamping klo mereka lebih tegak.
justru karena keterbatasan akses, dan geografi yg terpencar pencar, wehrkreise yg diadopsi menjadi kodam kodam masih relevan, kodam punya otoritas tersendiri dalam melaksanakan operasi perang di wilayahnya, dan kogabwilhan itu cuma dibentuk untuk mengakomodir kelebihan perwira, toh dari dulu juga jelas, soal laut dan udara itu tersentralisasi di koarmada dan koops - kohanudnas, klo daratan di Kodam. Dan masih relatif masuk ke kondisi sekarang. Sayangnya semenjak kejadian pemberontakan PRRI, pembentukan Kodam sebagai unit tempur kyk dihentikan, persenjataannya kelas 2, dan malah diperparah dengan jaman Orba yg lebih ke penguatan teritorial, dan tidak ada usaha jelas mengembalikan kodam ke unit tempur strategis lagi, kyk dulu.This makes me chuckles. Believe it or not, I am from Jawa Timur and has been said to resemble young Prabowo.
Where did you get this plan?
Honestly I think current Kodam structure can be very inefficient. Wehrkreis was made up in Germany, a continental country with largely contiguous territory, with population also well distributed across the country. Of course it make sense to divide into military districts.
Indonesia is far different from Germany, we have archipelagic, fractal and wide geography, and unequal distribution of population and resources. Forcing ourselves to adopt Kodam will only divide our forces and make centralized command harder.
I think the idea should be the other way around, instead of dividing our forces into Kodam (Top-Bottom). Kodam should mainly be used as bureaucratic machine to mobilize and manage reserve troops (Bottom-Up). While the professional soldiers will be cadres who should have experience and lead the recruits early on.
My idea is this:
1. Kodam should be led by Chief of Staff (ex: Chief of Staff of Kodam Brawijaya), esp. in peacetime who oversees military administration and maintenance of combat and support units under his jurisdiction.
2. Kogabwilhan, which is the unified of command of several Kodam + AL and AU units, should be the primary centralized command for active combat operation under their jurisdiction. I suggest an alternative name: Komando Tinggi, led by Panglima. They will be divided into 5 primary command corresponding to each major islands and/ or regions. These are:
KOTI I - Army of Sumatra (2 Corps)
KOTI II - Army of Jawa (3 Corps)
KOTI III - Army of Kalimantan (1 Corps)
KOTI IV - Army of Sulawesi (1 Corps)
KOTI V - Army of Papua (1 Corps)
*minimum peacetime number
3. Why Kodam should be headed by Chief of Staff? in principle, Kodam is not a combat unit in itself, but military administration region. Hence they separate Kodim from combat units (Battalions). But if Kodam can only muster limited number of combat ready units, why would they even be headed by Panglima? My theory for reform is this:
- Komando Tinggi, headed each by 3 stars generals are perpanjangan tangan of Panglima TNI, who has power to command. Under them are Combat Division, which may be organized into Combat Corps.
-While Kodam, headed each by 2 stars generals are perpanjangan tangan of Kepala Staf AD, AL, AU, who doesn't has the power to command but to administer the military.
I think this system will solve the dilemma of making TNI more combat effective vs having presence throughout Indonesia.
Bayangkan perang macam apa yang yang bisa dilakukan oleh satu Kodam sendirian? Gerilya? mungkin? Field Battle? impossible! Satu Kodam rata-rata cuma satu divisi besarnya. Mungkin kalo lawan pemberontak miskin compang camping, sistem ini boleh saja untuk combat, tapi lawan musuh negara lain? No!justru karena keterbatasan akses, dan geografi yg terpencar pencar, wehrkreise yg diadopsi menjadi kodam kodam masih relevan, kodam punya otoritas tersendiri dalam melaksanakan operasi perang di wilayahnya
Ya makanya toh supaya jabatan itu ada fungsi efektif, bukan politis.dan kogabwilhan itu cuma dibentuk untuk mengakomodir kelebihan perwira,
Koarmada dan Koopsudnas itu jelas sentralisasi karena memang nature dari alutsista dan perang laut-udara seperti itu. Kodam AD itu justru desentralisasi, karena tiap Kodam memiliki komando atas satuan teritorial dan satuan tempur di daerah masing-masing. Panglima TNI hanya bisa secara langsung gerakin kesatuan pusat seperti Koopsus, Kopassus dan Kostrad saja, sisanya Batalyon diurus Pangdam masing2. Ini gak efektif, kalau misalnya kita butuh 100.000 pasukan untuk satu battle, gak bisa cuma dari Kodam lokal.toh dari dulu juga jelas, soal laut dan udara itu tersentralisasi di koarmada dan koops - kohanudnas, klo daratan di Kodam
Kamu menjawab sendiri masalahnya kan, kenyataannya seperti ini. Kerjaan Kodam lebih cocok dipimpin seorang Kepala Staf yang mengurus administrasi di Kodam masing" toh memang selama ini kerjaanya itu. Kalau ada latihan tempur skala besar juga Panglima TNI + Para Kepala Staf yang turun tangan, jadi apa gunanya Pangdam punya wewenang komando?Sayangnya semenjak kejadian pemberontakan PRRI, pembentukan Kodam sebagai unit tempur kyk dihentikan, persenjataannya kelas 2, dan malah diperparah dengan jaman Orba yg lebih ke penguatan teritorial, dan tidak ada usaha jelas mengembalikan kodam ke unit tempur strategis lagi, kyk dulu.
Sama seperti kenapa saat ini pimpinan tertinggi AD, AL, dan AU itu Kepala Staf, yang tunduk pada Panglima TNI. Memang seharusnya seperti itu, komando tempur tersentralisasi, sedangkan administrasi desentralisasi.Kebayang sudah ada bintang 2 yg pegang pasukan organik di satu wilayah kudu tunduk ke pangkogabwilhan yg secara nyata ga punya struktur komando sehari hari, kyk org pacaran tapi cuma jagain jodoh orang klo perang meletus itu pangdam
Dulu Kodam namanya Divisi juga, malah ada divisi ilang juga wkwk. Pasca ada Van Mook, Divisi Siliwangi dipindah ke Solo Raya, di Solo Raya itu ada Divisi Panembahan Senopati, jadi satu wilayah ada 2 divisi. Panembahan Senopati itu banyak pengaruh dapet dari Amir Sjarifudin, bentrok sama Siliwangi (pimpinan A.H Nasution waktu itu kalo gak salah) dari Jawa Barat.Cocoknya apabila seperti yang saya bilang, "Panglima Kogabwilhan" yang punya komando di wilayahnya, lalu di bawahnya Panglima Divisi dkk. Pokoknya fokus diubah pada kesiapan satuan tempur strategis.
Klaim gk jelas, kita dibilang period of instability disamain kyk negara-negara konflik di AfrikaWagner ngerjain apa disini?
Psyops (PsO) nya paling. Madagaskar kepake psyops nya juga.Klaim gk jelas, kita dibilang period of instability disamain kyk negara-negara konflik di Afrika
Divisi kemudian diubah menjadi sistem Kodam yang statis dan quasi-feodal. Saya inginnya Kodam diubah menjadi untuk administrasi dan kesatuan Divisi diaktifkan kembali.Dulu Kodam namanya Divisi juga, malah ada divisi ilang juga wkwk. Pasca ada Van Mook, Divisi Siliwangi dipindah ke Solo Raya, di Solo Raya itu ada Divisi Panembahan Senopati, jadi satu wilayah ada 2 divisi. Panembahan Senopati itu banyak pengaruh dapet dari Amir Sjarifudin, bentrok sama Siliwangi (pimpinan A.H Nasution waktu itu kalo gak salah) dari Jawa Barat.
Kodam gitu pas banget kalo masih di jaman Jen. A. Yani Cold War gitu. Kodam dipake untuk jegal pengaruh PKI di daerah dulu di bawah politisi berseragam, MT Haryono. Dia sepak terjangnya dikit tempur emang, lebih ke politik. Temennya sesepuh Soska, Soedjatmoko, dia sama Rosihan Anwar (jangan anggep jurnalis biasa orang ini, khususnya jaman Demokrasi Terpimpin wkwk) nyaranin MBAD (Yani) siap-siap untuk transisi pemerintahan. Teritorial, Kekaryaan (ngurusin Sekber Golkar, “civic action” kayak buat jalan, bangun apa di desa gitu-gitu kayak caleg-caleg wkwk) di bawah MT Haryono untuk jegal pengaruh PKI di daerah.Divisi kemudian diubah menjadi sistem Kodam
makanya, kodam itu harus mandiri karena dia akan berperan kyk jepang di mata US, sebisa mungkin menahan musuh sampe reinforcementnya datang, berupa apa, kostrad n marinir. Kogabwilhan cuma pembenaran kondisi saat ini, dimana kelebihan perwira dianggap jamak, bukannya dicut malah dicarikan jabatan, kogabwilyan itu ya gitu tapi dalam satu rumah, TNI yg diluar pun ada kyk BNPB, coast guard, itu pejabat TNI aktif tapi diluar struktur, yg harusnya ga boleh.Bayangkan perang macam apa yang yang bisa dilakukan oleh satu Kodam sendirian? Gerilya? mungkin? Field Battle? impossible! Satu Kodam rata-rata cuma satu divisi besarnya. Mungkin kalo lawan pemberontak miskin compang camping, sistem ini boleh saja untuk combat, tapi lawan musuh negara lain? No!
Ya makanya toh supaya jabatan itu ada fungsi efektif, bukan politis.
Bahkan Kodam pun ada untuk hal yang sama, turun ke bawah Kodim, Koramil, cuma untuk buang perwira. Jadi ironis apabila Kogabwilhan dianggap politis, tapi Kodam tidak, padahal jelas Kodam sangat politis dan birokratis.
Koarmada dan Koopsudnas itu jelas sentralisasi karena memang nature dari alutsista dan perang laut-udara seperti itu. Kodam AD itu justru desentralisasi, karena tiap Kodam memiliki komando atas satuan teritorial dan satuan tempur di daerah masing-masing. Panglima TNI hanya bisa secara langsung gerakin kesatuan pusat seperti Koopsus, Kopassus dan Kostrad saja, sisanya Batalyon diurus Pangdam masing2. Ini gak efektif, kalau misalnya kita butuh 100.000 pasukan untuk satu battle, gak bisa cuma dari Kodam lokal.
Kamu menjawab sendiri masalahnya kan, kenyataannya seperti ini. Kerjaan Kodam lebih cocok dipimpin seorang Kepala Staf yang mengurus administrasi di Kodam masing" toh memang selama ini kerjaanya itu. Kalau ada latihan tempur skala besar juga Panglima TNI + Para Kepala Staf yang turun tangan, jadi apa gunanya Pangdam punya wewenang komando?
Cocoknya apabila seperti yang saya bilang, "Panglima Kogabwilhan" yang punya komando di wilayahnya, lalu di bawahnya Panglima Divisi dkk. Pokoknya fokus diubah pada kesiapan satuan tempur strategis.
Sama seperti kenapa saat ini pimpinan tertinggi AD, AL, dan AU itu Kepala Staf, yang tunduk pada Panglima TNI. Memang seharusnya seperti itu, komando tempur tersentralisasi, sedangkan administrasi desentralisasi.
Karena melihat zaman Orde Lama, komando desentralisasi itu disaster, hasilnya G30S terjadi, lalu kemudian diperparah politik pilih kasih Suharto di zaman Orde Baru + politisasi dan birokratisasi militer.
Usulan saya masih gak seberapa loh mas, kalo di Amerika malah semua pimpinan US Armed Forces itu Kepala Staf, termasuk Chairman of Joint Chief of Staff. Gak ada "Mabes TNI Amerika", Department of Defense/ Pentagon itu ya Mabes-nya, gak terpisah seperti di Indonesia. Siapa Panglima-nya? Ya Presiden Amerika Serikat sebagai Commander in Chief, melalui Secretary of Defense. Saya maunya kita niru Amerika, tetapi karena saat ini tidak dimungkinkan untuk reform sebesar itu, maka saya punya ide reform yang lebih kecil, dengan mengubah struktur Kogabwilhan dan Kodam.
Saya dari awal memang ingin reform, ya itu yang saya tulis di atas. Saat ini ada fondasi-nya, yaitu Kogabwilhan, tapi ini masih belum cukup. Anda bilang sendiri struktur komando Kogabwilhan belum matang, makanya dimatangkan dulu.
wk wk wk, kan ya bronco kudu ada penerusnya, lagian UCAV ini bener bener kyk ada dalam jangkauan setelah produk turki yg murah meriah bisa punya efektivitas tinggi untuk misi serang khusus..Yang ngusulin pembelian Super Tucano dulu itu emang harus disunat ulang orangnya, itu barang malah jadi liabilitas. Gak guna disaat dibutuhkan, mulai dari Poso sampe Papua, emang mendingan pake UCAV dikombinasikan sama attack/assault helicopters buat counter insurgency. Pati bawaannya thermal scope equipped assault rifle cuy View attachment 54143