Indonesia Casual Discussion Warkop Indonesia

chibiyabi

Contributor
Messages
493
Reactions
3 411
Nation of residence
Indonesia
Nation of origin
Togo
20230210inovasi-cegah-demam-berdarah.jpg


inovasi Kemenkes? BRIN kemana? kok gak disebut


Jakarta, 5 Februari 2023

Saat ini, Indonesia telah memasuki musim penghujan. Sebagai daerah endemis dengue, tentu ini menjadi alarm untuk meningkatkan kewaspadaan terutama kepada anak-anak maupun kelompok rentan, mengingat jumlah kasus DBD cenderung meningkat terutama saat musim penghujan.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, di tahun 2022, jumlah kasus dengue mencapai 131.265 kasus yang mana sekitar 40% adalah anak-anak usia 0-14 tahun. Sementara, jumlah kematiannya mencapai 1.135 kasus dengan 73% terjadi pada anak usia 0-14 tahun.

“Kita melihat ternyata kasus dengue ada kaitannya dengan daerah perkotaan, semakin kota semakin banyak potensi terjadinya dengue. Inilah yang menjadi perhatian kita bersama,” kata Direktur Pencegahan Penyakit Menular Langsung, Imran Pambudi di Jakarta, Minggu (5/5).

Mengatasi persoalan tersebut, dr. Imran mengungkapkan bahwa Kementerian Kesehatan senantiasa mengembangkan inovasi baru pengendalian dengue nasional. Upaya tersebut diwujudkan dengan pengembangan vaksin dengue dan teknologi Wolbachia.

Pengembangan vaksin, lanjut dr. Imran sebenarnya telah dilakukan sejak tahun 2016. Kala itu vaksin yang dikembangkan adalah vaksin DENGVAXIA untuk mencegah demam berdarah yang disebabkan oleh virus dengue serotipe 1,2, 3 dan 4, pada anak usia 9-16 tahun.

Kemudian vaksin kedua adalah vaksin QDENGA. Vaksin ini untuk mencegah demam berdarah yang disebabkan oleh virus dengue serotipe 1,2, 3 dan 4 dengan target sasaran usia 6-45 tahun. Vaksin QDENGA telah mendapatkan izin edar dari Badan POM pada Agustus 2022 dan kini sedang menunggu rekomendasi dari ITAGI.

Inovasi pengendalian dengue kedua adalah pemanfaatan teknologi Wolbachia. Wolbachia merupakan bakteri yang dapat tumbuh alami diserangga terutama nyamuk, kecuali nyamuk aedes aegypti.

Bakteri ini bisa melumpuhkan virus dengue, jadi bila ada nyamuk aedes aegypti menghisap darah yang mengandung virus dengue akan resisten sehingga tidak akan menyebar ke dalam tubuh manusia.

dr. Imran mengatakan teknologi Wolbachia telah dilaksanakan di Daerah Istimewa Yogyakarta dan berhasil menurunkan angka kejadian infeksi dengue sebesar 77,1% dan tingkat rawat inap sebesar 82,6%.

“Teknologi Wolbachia akan menjadi pelengkap dalam program pengendalian DBD yang sudah ada, seperti PSN 3M Plus, Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J), dan Pokjanal Dengue (DBD),” ungkapnya.

Khusus untuk inovasi kedua, lanjut Dr. Imran akan difokuskan di wilayah perkotaan karena ancaman kasus dengue terbanyak terjadi di kota-kota besar.

Berdasarkan data Kemenkes, berikut 10 Kota/Kota dengan Kasus Demam Berdarah Tertinggi di Indonesia Tahun 2022 yaitu Kota Bandung, Bandung, Kota Bekasi, Kota Depok, Sumedang, Kota Medan, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Bogor dan Kota Tasikmalaya.

“Karenanya kedepan penerapan teknologi Wolbachia akan diperluas di 5 kota yaitu Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang, dan Kupang,” sebutnya.

Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669. (MF)

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik

dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid
khusus untuk wabah, indo punya unit khusus, balitbangkes kemenkes, dulu. balitbangkes ini banyak dibantu oleh yg namanya NAMRU, jadi penempatan NAMRU di deket kantor balitbangkes itu ya ada alasannya, org org balitbangkes salah satu yg know how soal wabah yg paling update di indonesia ya karena adanya NAMRU 2 ini. dan ga masuk ranah BRIN, karena ini unit, adalah pelaksana lapangan dari KEMENKES dalam hal mitigasi wabah. klo wolbachia, ya terimakasih sama bill gates, dia yg modalin untuk uji coba dibeberapa negara endemik dengue, salah duanya ya yg di Yogya itu.

btw, dulu PMI juga punya unit khusus penanganan wabah termasuk wabah ternak kyk antraks dll, ga tau unit itu masih ada atau engga. salah satu unit yg paling aktif dan cepat respondnya klo ada wabah. entah mereka terhubung ke institusi apa
 

Gary

Experienced member
Messages
7,908
Reactions
21 12,484
Nation of residence
Indonesia
Nation of origin
Indonesia
"Kemarin sudah saya sampaikan ke Presiden, mulai tahun ini kita adakan operasi yang sifatnya pamtas, pam perbatasan. Di situ kan ada perbatasan dengan Tiongkok, Vietnam, ada Malaysia, kita susun khusus untuk melaksanakan pamtas," kata Yudo usai Rapim TNI 2023 di Museum Satria Mandala, Jakarta, Kamis (9/2).

EEZ dispute is actually an extension of land dispute...so yes, we have (land) border dispute
 

chibiyabi

Contributor
Messages
493
Reactions
3 411
Nation of residence
Indonesia
Nation of origin
Togo
This makes me chuckles. Believe it or not, I am from Jawa Timur and has been said to resemble young Prabowo.


Where did you get this plan?

Honestly I think current Kodam structure can be very inefficient. Wehrkreis was made up in Germany, a continental country with largely contiguous territory, with population also well distributed across the country. Of course it make sense to divide into military districts.

Indonesia is far different from Germany, we have archipelagic, fractal and wide geography, and unequal distribution of population and resources. Forcing ourselves to adopt Kodam will only divide our forces and make centralized command harder.

I think the idea should be the other way around, instead of dividing our forces into Kodam (Top-Bottom). Kodam should mainly be used as bureaucratic machine to mobilize and manage reserve troops (Bottom-Up). While the professional soldiers will be cadres who should have experience and lead the recruits early on.

My idea is this:

1. Kodam should be led by Chief of Staff (ex: Chief of Staff of Kodam Brawijaya), esp. in peacetime who oversees military administration and maintenance of combat and support units under his jurisdiction.

2. Kogabwilhan, which is the unified of command of several Kodam + AL and AU units, should be the primary centralized command for active combat operation under their jurisdiction. I suggest an alternative name: Komando Tinggi, led by Panglima. They will be divided into 5 primary command corresponding to each major islands and/ or regions. These are:

KOTI I - Army of Sumatra (2 Corps)
KOTI II - Army of Jawa (3 Corps)
KOTI III - Army of Kalimantan (1 Corps)
KOTI IV - Army of Sulawesi (1 Corps)
KOTI V - Army of Papua (1 Corps)
*minimum peacetime number

3. Why Kodam should be headed by Chief of Staff? in principle, Kodam is not a combat unit in itself, but military administration region. Hence they separate Kodim from combat units (Battalions). But if Kodam can only muster limited number of combat ready units, why would they even be headed by Panglima? My theory for reform is this:

- Komando Tinggi, headed each by 3 stars generals are perpanjangan tangan of Panglima TNI, who has power to command. Under them are Combat Division, which may be organized into Combat Corps.

-While Kodam, headed each by 2 stars generals are perpanjangan tangan of Kepala Staf AD, AL, AU, who doesn't has the power to command but to administer the military.


I think this system will solve the dilemma of making TNI more combat effective vs having presence throughout Indonesia.
justru karena keterbatasan akses, dan geografi yg terpencar pencar, wehrkreise yg diadopsi menjadi kodam kodam masih relevan, kodam punya otoritas tersendiri dalam melaksanakan operasi perang di wilayahnya, dan kogabwilhan itu cuma dibentuk untuk mengakomodir kelebihan perwira, toh dari dulu juga jelas, soal laut dan udara itu tersentralisasi di koarmada dan koops - kohanudnas, klo daratan di Kodam. Dan masih relatif masuk ke kondisi sekarang. Sayangnya semenjak kejadian pemberontakan PRRI, pembentukan Kodam sebagai unit tempur kyk dihentikan, persenjataannya kelas 2, dan malah diperparah dengan jaman Orba yg lebih ke penguatan teritorial, dan tidak ada usaha jelas mengembalikan kodam ke unit tempur strategis lagi, kyk dulu.

Kebayang sudah ada bintang 2 yg pegang pasukan organik di satu wilayah kudu tunduk ke pangkogabwilhan yg secara nyata ga punya struktur komando sehari hari, kyk org pacaran tapi cuma jagain jodoh orang klo perang meletus itu pangdam :ROFLMAO: :ROFLMAO: :ROFLMAO:
 

RadenSudirman

Well-known member
Messages
341
Reactions
288
Nation of residence
Indonesia
Nation of origin
Indonesia
justru karena keterbatasan akses, dan geografi yg terpencar pencar, wehrkreise yg diadopsi menjadi kodam kodam masih relevan, kodam punya otoritas tersendiri dalam melaksanakan operasi perang di wilayahnya
Bayangkan perang macam apa yang yang bisa dilakukan oleh satu Kodam sendirian? Gerilya? mungkin? Field Battle? impossible! Satu Kodam rata-rata cuma satu divisi besarnya. Mungkin kalo lawan pemberontak miskin compang camping, sistem ini boleh saja untuk combat, tapi lawan musuh negara lain? No!
dan kogabwilhan itu cuma dibentuk untuk mengakomodir kelebihan perwira,
Ya makanya toh supaya jabatan itu ada fungsi efektif, bukan politis.

Bahkan Kodam pun ada untuk hal yang sama, turun ke bawah Kodim, Koramil, cuma untuk buang perwira. Jadi ironis apabila Kogabwilhan dianggap politis, tapi Kodam tidak, padahal jelas Kodam sangat politis dan birokratis.

toh dari dulu juga jelas, soal laut dan udara itu tersentralisasi di koarmada dan koops - kohanudnas, klo daratan di Kodam
Koarmada dan Koopsudnas itu jelas sentralisasi karena memang nature dari alutsista dan perang laut-udara seperti itu. Kodam AD itu justru desentralisasi, karena tiap Kodam memiliki komando atas satuan teritorial dan satuan tempur di daerah masing-masing. Panglima TNI hanya bisa secara langsung gerakin kesatuan pusat seperti Koopsus, Kopassus dan Kostrad saja, sisanya Batalyon diurus Pangdam masing2. Ini gak efektif, kalau misalnya kita butuh 100.000 pasukan untuk satu battle, gak bisa cuma dari Kodam lokal.

Sayangnya semenjak kejadian pemberontakan PRRI, pembentukan Kodam sebagai unit tempur kyk dihentikan, persenjataannya kelas 2, dan malah diperparah dengan jaman Orba yg lebih ke penguatan teritorial, dan tidak ada usaha jelas mengembalikan kodam ke unit tempur strategis lagi, kyk dulu.
Kamu menjawab sendiri masalahnya kan, kenyataannya seperti ini. Kerjaan Kodam lebih cocok dipimpin seorang Kepala Staf yang mengurus administrasi di Kodam masing" toh memang selama ini kerjaanya itu. Kalau ada latihan tempur skala besar juga Panglima TNI + Para Kepala Staf yang turun tangan, jadi apa gunanya Pangdam punya wewenang komando?

Cocoknya apabila seperti yang saya bilang, "Panglima Kogabwilhan" yang punya komando di wilayahnya, lalu di bawahnya Panglima Divisi dkk. Pokoknya fokus diubah pada kesiapan satuan tempur strategis.
Kebayang sudah ada bintang 2 yg pegang pasukan organik di satu wilayah kudu tunduk ke pangkogabwilhan yg secara nyata ga punya struktur komando sehari hari, kyk org pacaran tapi cuma jagain jodoh orang klo perang meletus itu pangdam :ROFLMAO: :ROFLMAO: :ROFLMAO:
Sama seperti kenapa saat ini pimpinan tertinggi AD, AL, dan AU itu Kepala Staf, yang tunduk pada Panglima TNI. Memang seharusnya seperti itu, komando tempur tersentralisasi, sedangkan administrasi desentralisasi.

Karena melihat zaman Orde Lama, komando desentralisasi itu disaster, hasilnya G30S terjadi, lalu kemudian diperparah politik pilih kasih Suharto di zaman Orde Baru + politisasi dan birokratisasi militer.

Usulan saya masih gak seberapa loh mas, kalo di Amerika malah semua pimpinan US Armed Forces itu Kepala Staf, termasuk Chairman of Joint Chief of Staff. Gak ada "Mabes TNI Amerika", Department of Defense/ Pentagon itu ya Mabes-nya, gak terpisah seperti di Indonesia. Siapa Panglima-nya? Ya Presiden Amerika Serikat sebagai Commander in Chief, melalui Secretary of Defense. Saya maunya kita niru Amerika, tetapi karena saat ini tidak dimungkinkan untuk reform sebesar itu, maka saya punya ide reform yang lebih kecil, dengan mengubah struktur Kogabwilhan dan Kodam.

Saya dari awal memang ingin reform, ya itu yang saya tulis di atas. Saat ini ada fondasi-nya, yaitu Kogabwilhan, tapi ini masih belum cukup. Anda bilang sendiri struktur komando Kogabwilhan belum matang, makanya dimatangkan dulu.
 

schuimpjes

Experienced member
Messages
2,207
Reactions
3 1,406
Nation of residence
Indonesia
Nation of origin
Indonesia
Cocoknya apabila seperti yang saya bilang, "Panglima Kogabwilhan" yang punya komando di wilayahnya, lalu di bawahnya Panglima Divisi dkk. Pokoknya fokus diubah pada kesiapan satuan tempur strategis.
Dulu Kodam namanya Divisi juga, malah ada divisi ilang juga wkwk. Pasca ada Van Mook, Divisi Siliwangi dipindah ke Solo Raya, di Solo Raya itu ada Divisi Panembahan Senopati, jadi satu wilayah ada 2 divisi. Panembahan Senopati itu banyak pengaruh dapet dari Amir Sjarifudin, bentrok sama Siliwangi (pimpinan A.H Nasution waktu itu kalo gak salah) dari Jawa Barat.

Precursor-nya Madiun Affair bentrok ini. Diculik beberapa orang Barisan Banteng termasuk dr. Moewardi kalo gak salah yang dugaannya diculik Panembahan Senopati, terus lanjut gimana gatau ada Peristiwa Srambatan. Kalo gak ada masalah itu mungkin sekarang ada Kodam Panembahan Senopati.
 

RadenSudirman

Well-known member
Messages
341
Reactions
288
Nation of residence
Indonesia
Nation of origin
Indonesia
Dulu Kodam namanya Divisi juga, malah ada divisi ilang juga wkwk. Pasca ada Van Mook, Divisi Siliwangi dipindah ke Solo Raya, di Solo Raya itu ada Divisi Panembahan Senopati, jadi satu wilayah ada 2 divisi. Panembahan Senopati itu banyak pengaruh dapet dari Amir Sjarifudin, bentrok sama Siliwangi (pimpinan A.H Nasution waktu itu kalo gak salah) dari Jawa Barat.
Divisi kemudian diubah menjadi sistem Kodam yang statis dan quasi-feodal. Saya inginnya Kodam diubah menjadi untuk administrasi dan kesatuan Divisi diaktifkan kembali.
 

RadenSudirman

Well-known member
Messages
341
Reactions
288
Nation of residence
Indonesia
Nation of origin
Indonesia
1676474429317.png


I wonder, Nasution clearly stated his reason for Guerilla warfare, that this sht is not the main tool, but only used when in state of weakness temporarily, until strong conventional force can be employed. He cited WW2, and even goes back all the way to Napoleon.

So why did we change it backward again? our military is organized into small units again instead of large "modern" force promised by Nasution. Did he lied? or he's just spitting BS? saying guerilla is temporary, promising European-style conventional force after things are settled. What we get instead is rotten bunch of garrison boomers in Koramil.

I am outraged, this is empty promise! Guerilla warfare in 21st century is too stupid, yet they still continue it. Kodam, which has little combat ability is defended, and said to be "first line of defense", with jargon of "total people war", but actual effective conventional army like Kostrad is called "Cadangan". This is all BS! I promise someday I will change everything!
 

schuimpjes

Experienced member
Messages
2,207
Reactions
3 1,406
Nation of residence
Indonesia
Nation of origin
Indonesia
Divisi kemudian diubah menjadi sistem Kodam
Kodam gitu pas banget kalo masih di jaman Jen. A. Yani Cold War gitu. Kodam dipake untuk jegal pengaruh PKI di daerah dulu di bawah politisi berseragam, MT Haryono. Dia sepak terjangnya dikit tempur emang, lebih ke politik. Temennya sesepuh Soska, Soedjatmoko, dia sama Rosihan Anwar (jangan anggep jurnalis biasa orang ini, khususnya jaman Demokrasi Terpimpin wkwk) nyaranin MBAD (Yani) siap-siap untuk transisi pemerintahan. Teritorial, Kekaryaan (ngurusin Sekber Golkar, “civic action” kayak buat jalan, bangun apa di desa gitu-gitu kayak caleg-caleg wkwk) di bawah MT Haryono untuk jegal pengaruh PKI di daerah.

Terus Orde Baru palunya Kodam untuk buat semua tunduk ke diktator otoriter so-called Raja Jawa, Soeharto. Sekarang gatau lah wkkw.
 

this is crunch

Contributor
Messages
657
Reactions
4 633
Nation of residence
Indonesia
Nation of origin
Indonesia

Hal tersebut juga dikonfirmasi oleh Mission Commander dalam misi kali ini, Kolonel Pnb Wisoko saat dihubungi secara virtual oleh Redaksi IDM, Rabu (15/2).

“Iya betul.. (sebatas pengetahuan kami) hanya pesawat TNI AU atau pesawat Indonesia yang didedikasikan atau diperbantukan di sini (Turki),” jelasnya.

Wisoko kemudian menerangkan, memang terdapat pesawat dari negara lain namun misi mereka terbatas pada pengiriman bantuan logistik dari negara asal saja.

“Memang ada beberapa pesawat negara lain yang kita lihat. Namun, mereka hanya terbang dari negaranya ke bandara di mana daerah bencana terjadi, mampir sebentar dan kembali (ke negara asal). Hanya Indonesia saja yang diperbantukan di sini,” jelasnya.

Untuk diketahui, kru beserta pesawat C-130 TNI AU dengan tail number A-1326 tersebut sebelumnya terbang dari Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (11/2), untuk membawa bantuan logistik pemerintah Indonesia. Mereka tiba di Turki pada Minggu (12/2)

Selama berada di Turki, pesawat TNI AU akan berbasis di pangkalan udara militer Turki Estimesgut, Ankara. Hal ini dilakukan agar koordinasi perihal jadwal, rute dan misi pesawat dengan Operation Center Angkatan Udara Turki dapat berjalan dengan baik dan efektif.

Pesawat dengan daya angkut 10 ton tersebut, dalam implementasinya akan diperbantukan kepada pihak Turki hingga tanggal 20 Februari 2023.

Sejauh ini kita masih sesuai dengan rencana. Kami (akan) melakukan operasi selama 10 hari di Turki. Namun, nanti kami akan menyesuaikan perintah lebih lanjut. Sementara, kami masih planning kan selama 10 hari, sampai tanggal 20 (Februari 2023). Kemudian tanggal 21 (Februari 2023) kami akan melaksanakan home flight,” jelas Wisoko.
 

chibiyabi

Contributor
Messages
493
Reactions
3 411
Nation of residence
Indonesia
Nation of origin
Togo
Bayangkan perang macam apa yang yang bisa dilakukan oleh satu Kodam sendirian? Gerilya? mungkin? Field Battle? impossible! Satu Kodam rata-rata cuma satu divisi besarnya. Mungkin kalo lawan pemberontak miskin compang camping, sistem ini boleh saja untuk combat, tapi lawan musuh negara lain? No!

Ya makanya toh supaya jabatan itu ada fungsi efektif, bukan politis.

Bahkan Kodam pun ada untuk hal yang sama, turun ke bawah Kodim, Koramil, cuma untuk buang perwira. Jadi ironis apabila Kogabwilhan dianggap politis, tapi Kodam tidak, padahal jelas Kodam sangat politis dan birokratis.


Koarmada dan Koopsudnas itu jelas sentralisasi karena memang nature dari alutsista dan perang laut-udara seperti itu. Kodam AD itu justru desentralisasi, karena tiap Kodam memiliki komando atas satuan teritorial dan satuan tempur di daerah masing-masing. Panglima TNI hanya bisa secara langsung gerakin kesatuan pusat seperti Koopsus, Kopassus dan Kostrad saja, sisanya Batalyon diurus Pangdam masing2. Ini gak efektif, kalau misalnya kita butuh 100.000 pasukan untuk satu battle, gak bisa cuma dari Kodam lokal.


Kamu menjawab sendiri masalahnya kan, kenyataannya seperti ini. Kerjaan Kodam lebih cocok dipimpin seorang Kepala Staf yang mengurus administrasi di Kodam masing" toh memang selama ini kerjaanya itu. Kalau ada latihan tempur skala besar juga Panglima TNI + Para Kepala Staf yang turun tangan, jadi apa gunanya Pangdam punya wewenang komando?

Cocoknya apabila seperti yang saya bilang, "Panglima Kogabwilhan" yang punya komando di wilayahnya, lalu di bawahnya Panglima Divisi dkk. Pokoknya fokus diubah pada kesiapan satuan tempur strategis.

Sama seperti kenapa saat ini pimpinan tertinggi AD, AL, dan AU itu Kepala Staf, yang tunduk pada Panglima TNI. Memang seharusnya seperti itu, komando tempur tersentralisasi, sedangkan administrasi desentralisasi.

Karena melihat zaman Orde Lama, komando desentralisasi itu disaster, hasilnya G30S terjadi, lalu kemudian diperparah politik pilih kasih Suharto di zaman Orde Baru + politisasi dan birokratisasi militer.

Usulan saya masih gak seberapa loh mas, kalo di Amerika malah semua pimpinan US Armed Forces itu Kepala Staf, termasuk Chairman of Joint Chief of Staff. Gak ada "Mabes TNI Amerika", Department of Defense/ Pentagon itu ya Mabes-nya, gak terpisah seperti di Indonesia. Siapa Panglima-nya? Ya Presiden Amerika Serikat sebagai Commander in Chief, melalui Secretary of Defense. Saya maunya kita niru Amerika, tetapi karena saat ini tidak dimungkinkan untuk reform sebesar itu, maka saya punya ide reform yang lebih kecil, dengan mengubah struktur Kogabwilhan dan Kodam.

Saya dari awal memang ingin reform, ya itu yang saya tulis di atas. Saat ini ada fondasi-nya, yaitu Kogabwilhan, tapi ini masih belum cukup. Anda bilang sendiri struktur komando Kogabwilhan belum matang, makanya dimatangkan dulu.
makanya, kodam itu harus mandiri karena dia akan berperan kyk jepang di mata US, sebisa mungkin menahan musuh sampe reinforcementnya datang, berupa apa, kostrad n marinir. Kogabwilhan cuma pembenaran kondisi saat ini, dimana kelebihan perwira dianggap jamak, bukannya dicut malah dicarikan jabatan, kogabwilyan itu ya gitu tapi dalam satu rumah, TNI yg diluar pun ada kyk BNPB, coast guard, itu pejabat TNI aktif tapi diluar struktur, yg harusnya ga boleh.

kodam juga bisa, berfungsi selayaknya kogabwilhan, unit tempur ada, unit teritorial yg fungsinya tetap dibutuhkan, porsinya saja, tempur dan teritorial yg kudu diformulasikan ulang,skrg fungsi teritorialnya memang lebih besar. kodam itu butuh kemampuan tempur selayaknya marinir atau kostrad, sekarang, jauuuh.
 

Madokafc

Experienced member
Think Tank Analyst
DefenceHub Diplomat
Messages
5,903
Reactions
4 10,020
Nation of residence
Indonesia
Nation of origin
Indonesia
Yang ngusulin pembelian Super Tucano dulu itu emang harus disunat ulang orangnya, itu barang malah jadi liabilitas. Gak guna disaat dibutuhkan, mulai dari Poso sampe Papua, emang mendingan pake UCAV dikombinasikan sama attack/assault helicopters buat counter insurgency. Pati bawaannya thermal scope equipped assault rifle cuy
329785502_571346708367479_5786462885436659482_n.jpg
329907444_5920561824732175_2012122253607131378_n.jpg
329772974_1614352205746951_3712724792305565186_n.jpg
 

chibiyabi

Contributor
Messages
493
Reactions
3 411
Nation of residence
Indonesia
Nation of origin
Togo
wk wk
Yang ngusulin pembelian Super Tucano dulu itu emang harus disunat ulang orangnya, itu barang malah jadi liabilitas. Gak guna disaat dibutuhkan, mulai dari Poso sampe Papua, emang mendingan pake UCAV dikombinasikan sama attack/assault helicopters buat counter insurgency. Pati bawaannya thermal scope equipped assault rifle cuy View attachment 54143
wk wk wk, kan ya bronco kudu ada penerusnya, lagian UCAV ini bener bener kyk ada dalam jangkauan setelah produk turki yg murah meriah bisa punya efektivitas tinggi untuk misi serang khusus..

pamennya dari pelopor ya, beli sendiri kali, kok ya kapolres bisa punya aset gituan
 

Follow us on social media

Top Bottom