ya ga gitu juga, di perusahaan swasta, finance,dan accounting itu sudah fitrahnya menjadi departemen yag paling rewel dan bossy, meskipun untuk salary ada pesaingnya yaitu marketing. tapi ya memang harus seperti itu, negara itu organisasi yg sangat komplek membutuhkan pengaturan keuangan yg ketat, ingat yg perlu digaji itu jutaan orang, cashflow berantakan, siap siap rusuh. dan di jaman SM, Darmin Nasution, banyak kemajuan dalam hal tata kelola keuangan negara
Sudah tugas departemen pelaksana untuk berjuang agar anggaran departemennya menjadi prioritas untuk dianggarkan. ibaratnya kudu berani maen sikut dengan dept lain, jangan pasrah lalu mengatakan "pengadaan alustsista mengikuti kondisi keuangan negara", itu mah entah bodo amat yg penting udah njabat, pinter tapi kurang determinasi, atau sudah punya zona nyaman menjadi raja kecil dipojokkan sebuah rumah bernama negara, dan tidak perduli bahwa pojokkan itu yg punya peran penting eksis dan bertahan tidaknya rumah berupa negara itu.
Jangan membandingkan negara dengan swasta, negara dan perusahaan itu sistem dan hakikatnya berbeda. Bahkan kamu menyebutkan kata 'marketing' itu saja sudah jauh di luar ranah kenegaraan. Sebagai gambaran, apa 'marketing'nya negara? Kemlu? Badan Investasi? Kemenpar? Dari sini saja kelihatan bagaimana negara bekerja dengan bagaimana perusahaan bekerja itu jauh berbeda.
Jika 'Marketing' tidak ada padanannya di Negara, yang diwakilkan satu kementerian, mengapa 'Finance' diwakilkan satu kementerian? Jika fungsi hubungan luar negeri, fungsi pariwisata, dan fungsi penarikan investasi, yang objeknya sama-sama adalah aktor luar negeri, tetapi itu diurus oleh tiga kementerian berbeda. . . . Lalu mengapa fungsi bea cukai (customs), perpajakan (tax), sekaligus penganggaran (budgeting) diurus satu kementerian yang sama?
Dari situ saja sudah keliru! ditambah komentar tentang gaji semakin keliru! kementerian gaji besar bukan berarti mereka yang paling benar! yang dibuktikan dari kondisi itu hanyalah disparitas prioritas penganggaran dan ketimpangan finansial antara satu lembaga dengan lembaga lain di negara ini. Mengambil perbandingan dari swasta tidak membuktikan apa-apa disini, bahkan menekankan lagi bahwa orientasi kita sudah salah, melihat negara dari sisi profit.
Lebih tepat jika membandingkan sistem negara dengan sistem di negara lain, bukan swasta. Di Amerika tidak pernah ada perdebatan mengenai kementerian keuangan menghalangi anggaran pertahanan, karena disana jelas
Congress yang memiliki wewenang. Tetapi di Indonesia, Kemenkeu dan bosnya
menjadi aktor politik itu sendiri, membuat kebijakan seakan-akan
diatas kementerian lain. Di AS juga customs, taxation dan budgeting, diurus oleh lembaga yang berbeda, bukan lembaga yang sama seperti di Kemenkeu.
Maka dari dari itu solusi dari saya simpel:
1. Tendang keluar SM, netralisir kekuatan politik Kemenkeu, maka Reformasi terhadap Kemenkeu bisa dilakukan
2. Pecah Kemenkeu menjadi beberapa lembaga